"Sungguh Bahagia Jika Kita Hidup
Tanpa Membenci Diantara Orang-orang Yang Membenci"
Kalau kita melihat agama Buddha 'secara sepintas' maka kita akan dihadapkan pada satu anggapan
bahwa agama Buddha adalah agama yang tidak menarik, agama yang kadang-kadang terlihat bersifat
mistis dan sudah tidak cocok lagi dengan kehidupan modern seperti sekarang ini. Mengapa demikian?
Coba kita perhatikan semua perlengkapan sembahyang yang ada di altar. Ada patung yang maha besar
dan kita bernamaskara atau satu persujudan kepada patung tersebut sehingga orang lalu menyatakan
bahwa agama Buddha adalah penyembah berhala. Kita juga akan menemukan dupa/hio dan bunga yang
mirip seperti untuk sesajen. Kemudian ada lilin yang seolah-olah berkata bahwa agama Buddha belum
percaya akan adanya listrik. Belum lagi terlihat gentong yang memberi kesan seolah-olah kita sedang
berada disebuah toko barang antik. Kalau kita perhatikan lagi, kita akan menemukan makhluk-makhluk
yang lebih antik lagi; yakni bahwa di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini, kita tetap duduk di
lantai bila sedang melaksanakan kebaktian. Dari sinilah kritikan-kritikan terhadap agama Buddha
dilontarkan! Kita mungkin pernah mendengar orang mengatakan bahwa agama Buddha adalah agama
yang sudah kuno dan ketinggalan zaman. Hal ini dapat dimengerti karena mereka hanya melihat dari
sudut tradisi/luar saja. Padahal ajaran Sang Buddha tidak pernah ketinggalan zaman.
Lalu apa buktinya bahwa agama Buddha itu mengikuti perkembangan zaman? Setiap kali kita
mengikuti kebaktian, kita tentu membaca tuntunan Tisarana dan Pancasila yaitu menghindari
pembunuhan dan penganiayaan, pencurian, perzinahan, kebohongan, dan mabuk-mabukkan. Apakah
Pancasila ini sudah kuno dan milik umat Buddha saja? Apakah agama lain menghalalkan pembunuhan
dan penganiayaan, pencurian, perzinahan, kebohongan, dan mabuk-mabukkan? Tentu kita akan
menjawab: "Tidak!" karena semua manusia pasti harus melaksanakan Pancasila baik pada masa yang
lampau, sekarang maupun masa yang akan datang. Ini adalah satu bukti bahwa ajaran Sang Buddha
selalu mengikuti perkembangan zaman.
Mungkin hal ini belum dapat memuaskan Saudara karena masih terlalu umum. Untuk itu mari kita
lihat intisari/jantung dari seluruh ajaran Sang Buddha. Apakah intisari/jantung ajaran Sang Buddha itu?
Intinya adalah "kurangi kejahatan, tambahlah kebaikan, sucikan hati dan pikiran". Apakah hal tersebut
hanya berlaku di zaman Sang Buddha dan hanya milik agama Buddha saja? Apakah agama lain
menganjurkan: "tambahlah kejahatan, kurangi kebaikan dan kacaukan pikiran?" tentu tidak! Dengan
demikian tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa ajaran Sang Buddha sudah kuno dan
ketinggalan zaman. Karena sesungguhnya ajaran Sang Buddha selalu mengikuti zaman! Bahkan Albert
Einstein yang terkenal sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan pernah menyatakan bahwa "Agama yang bisa
menjawab tantangan ilmu pengetahuan adalah agama Buddha".
Oleh karena itu berbahagialah kita sebagai umat Buddha. Namun hanya berpuas diri sebagai umat
Buddha masih belum cukup, karena ada ajaran yang lebih dalam lagi yaitu kita hendaknya bisa
melaksanakan ajaran Sang Buddha di dalam kehidupan sehari-hari. Ini penting sekali karena ajaran Sang Buddha itu tidak hanya bersifat teori tetapi perlu dilaksanakan! Hal ini sama halnya dengan contoh orang
yang mempunyai hobby berenang. Misalnya Saudara diberitahu bahwa berenang itu menyenangkan dan
dengan bisa berenang maka Saudara tidak perlu lagi takut kepada air. Lalu Saudara suka berkhayal
tentang berenang. Tetapi kalau Saudara tidak pernah mau mencoba, apakah Saudara akan bisa berenang,
walaupun teori-teori berenang sudah dikuasai? Apakah Saudara cuma cukup berbangga: "Ah... saya 'kan
bisa teori berenang." Tentu tidak! Demikian pula dengan ajaran Sang Buddha! Ajaran Sang Buddha
memang sungguh luar biasa, begitu agung, begitu indah dan tidak pernah ketinggalan zaman. Tetapi
kalau Saudara tidak pernah mempraktekkannya, apakah hal tersebut akan bermanfaat? Justru dengan
melaksanakan ajaran Sang Buddha, Saudara akan bisa menyelesaikan permasalahan di dalam kehidupan
sehari-hari.
Lalu bagaimanakah cara menyelesaikan permasalahan kehidupan dengan ajaran Sang Buddha?
Sebetulnya ajaran Sang Buddha itu sudah terbabar di altar, hanya saja kita jarang memperhatikannya.
Perlengkapan sembahyang yang dianggap kuno itu ternyata mampu menjadi salah satu medium yang
dapat membabarkan Dhamma karena tersirat makna yang cukup dalam dan bisa digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan kehidupan:
1. Patung Sang Buddha
Patung Sang Buddha ini bentuknya bermacam-macam. Ada yang menggunakan bentuk seperti
payung yang ada di Candi Borobudur, ada yang menggunakan gaya India, Thailand, Srilanka, dsb.
Kenapa bisa berbeda-beda? Karena sesungguhnya patung Sang Buddha bukan
melambangkan/mewujudkan manusia Siddhattha Gotama. Jadi kalau Saudara berada di depan patung
Sang Buddha, jangan Saudara membayangkan bahwa Sang Buddha itu seperti patung yang ada di
hadapan Saudara atau yang pernah Saudara lihat. Kalau kita mengingat kembali riwayat hidup Sang
Buddha, kita akan melihat bahwa ketika Beliau masih menjadi bodhisatva, sesungguhnya Beliau
memiliki satu kehidupan yang sangat berlebihan; ada harta, tahta dan wanita. Namun Pangeran
Siddhattha adalah manusia yang mempunyai cara berpikir yang berbeda. Ketika Beliau menyadari bahwa
hidup ini sesungguhnya tidak kekal dan tidak memuaskan, Beliau pun memutuskan untuk mencari obat
yang dapat mengatasi ketuaan, sakit, lahir dan mati; walaupun sangat menderita, Beliau terus berjuang.
Bahkan pada suatu hari Beliau bertekad untuk tidak akan berdiri dari tempat duduknya sebelum
menemukan obat sakit, tua, lahir dan mati; dan malam itu juga Beliau berhasil menembus hakekat hidup
yang tidak kekal yang disebut mencapai Nibbana/padamnya keinginan, yang sekarang diperingati setiap
hari Waisak. Inilah sesungguhnya makna yang terkandung dari patung Sang Buddha yaitu lambang
semangat yang tidak pernah kenal putus asa. Ketika melihat patung Sang Buddha, hendaknya muncul
semangat untuk bekerja, semangat untuk berjuang dalam meraih cita-cita. Kita bersujud di depan patung
Sang Buddha adalah untuk menghormati Guru kita yang telah mengajarkan kebenaran, jadi bukan
menyembah pada patung. Dengan demikian, kita tidak akan pernah kekurangan/kehilangan semangat
dalam perjuangan hidup kita.
2. Lilin
Lilin ini sesungguhnya juga merupakan suatu lambang. Seperti lilin yang rela hancur demi menerangi
kegelapan, demikian juga hendaknya seorang umat Buddha mau berkorban untuk kebahagiaan makhluk
lain. Pengorbanan besar telah diberikan oleh Guru kita; 6 tahun menderita dan membaktikan diri selama
45 tahun untuk mengajarkan Dhamma setiap hari. Kita pun sebagai murid-muridNya hendaknya bersikap
demikian; seperti lilin yang menerangi kegelapan, demikian juga hendaknya kita sebagai umat Buddha
bisa menjadi pelita di dalam kehidupan bermasyarakat dengan kebenaran yang dibabarkan oleh Sang Buddha.
3. Bunga
Bunga melambangkan ketidak kekalan; hari ini indah dan wangi tetapi besok akan layu, lusa akan
membusuk dan dibuang. Demikian pula dengan diri kita; hari ini kita masih sehat, kuat dan cantik tetapi
dengan berlalunya sang waktu; kesehatan, kekuatan dan kecantikan kita pun akan berkurang. Seperti
bunga yang sekarang segar, besok akan layu dan dibuang; demikian juga hendaknya kita selalu
menyadari bahwa pada suatu ketika kita pun akan dibuang, berpisah dengan yang dicintai dan berkumpul
dengan yang dibenci. Oleh karena itu, tidak ada gunanya kita sombong/berbesar kepala karena semua ada
batasnya dan tidak kekal. Ini adalah Dhamma yang dipesankan lewat altar.
4. Air
Air ini melambangkan pembersih segala kotoran. Seperti air yang membersihkan semua debu-debu
kekotoran; demikian juga ajaran Sang Buddha hendaknya bisa membersihkan segala kekotoran yang
melekat di batin dan pikiran kita baik ketamakan, kebencian maupun kebodohan.
Kamis, 20 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar